Senin, 13 April 2020

Sistem Kepercayaan Manusia Purba

Wawan Setiawan Tirta
Sistem Kepercayan Zaman Manusia Praaksara|Macam-macam Kepercayaan Zaman Prasejarah|Purba |Sistem Kepercayaan awal masyarakat indonesia adalah Kepercayaan Animisme,Dinamisme,Roh nenek moyang,Monoisme,sistem kepercayaan yang dianut awal masyarakat indonesia atau pada zaman prasejarah merupakan kepercayaan-kepercayaan yang tidak terjadi begitu saja, kepercayaan zaman prasejarah atau awal masyarakat indonesia terjadi dengan adanya tanda-tanda dan padangan-pandangan yang mulai berkembang tentang kepercayaan-kepercayan sehingga muncullah kepercayaan-kepercyaan seperti Kepercayaan bersifat Animisme, Kepercayaan Bersifat Dinamisme, Kepercyaan Kepada Roh Nenek moyang, Kepercayaan Bersifat Monoisme, hal ini kemudian kepercayaan-kepercayaan tersebut masih ada sampai sekarang. Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang Macam-macam Kepercayaan pada zaman prasejarah atau Sistem Kepercayaan awal Masyarakat Indonesia, lihat pembahasan dibawah ini...

Sistem Kepercayan Zaman Manusia Praaksara Sistem Kepercayaan Manusia Purba

Sistem Kepercayaan Manusia Zaman Prasejarah atau awal Masyarakat Indonesia

1. Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia berawal dari kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, dalam perkembangannya, mereka mulai berdiam lama/tinggal pada suatu tempat, biasanya pada goa-goa, baik ditepi pantai maupun pada daerah pedalaman. Pada goa-goa itu ditemukan sisa-sisa budaya mereka, berupa alat-alat kehidupan. Kadang-kadang juga ditemukan tulang belulang manusia yang telah dikuburkan di dalam goa-goa tersebut. Dan hasil penemuan itu dapat diketahui bahwa pada masa itu orang sudah mempunyai pandangan tertentu mengenai kematian. Orang sudah mengenal penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.

Orang mulai memiliki suatu pandangan bahwa hidup tidak berhenti setelah orang itu meninggal. Orang yang meninggal dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Orang yang sudah meninggal masih dapat dihubungi oleh orang yang masih hidup di dunia ini dan begitu pula sebaliknya. Bahkan apabila orang yang meninggal tersebut merupakan orang yang berpengaruh maka diusahakan agar selalu ada hubungan untuk dimintai nasehat atau perlindungan, bila ada kesulitan dalam kehidupan di dunia. Inti kepercayaan terhadap roh nenek moyang terus berkembang dan zaman ke zaman dan secara umum dilakukan oleh setiap masyarakat di dunia.

Orang mulai berpikir bahwa orang yang meninggal berbeda dengan orang yang masih hidup. Pada orang yang meninggal ada sesuatu yang pergi, sesuatu itulah yang kemudian disebut dengan roh. Penguburan kerangka manusia di dalam goa-goa merupakan wujud penghormatan kepada orang yang meninggal, penghormatan kepada orang yang telah pergi atau penghormatan kepada roh.

Berdasarkan hasil peninggalan budaya sejak masa bercocok tanam berupa bangunan-bangunan megalitikum dengan fungsinya sebagai tempat-tempat pemujaan atau penghormatan kepada roh nenek moyang, maka diketahui bahwa masyarakat pada masa itu sudah menghormati orang yang sudah meninggal. Di samping itu, ditemukan pula bekal kubur. Pemberian bekal kubur itu dimaksudkan sebagai bekal untuk menuju ke alam lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha, masyarakat Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek-moyang.


2. Kepercayaan Bersifat Animisme
Setelah kepercayaan masyarakat terhadap roh nenek moyang berkembang, kemudian muncul kepercayaan yang bersifat animisme. Animisme merupakan suatu kepercayaan masyarakat terhadap suatu benda yang dianggap memiliki roh atau jiwa.

Awal munculnya kepercayaan yang bersifat animisme ini didasari oleh berbagai pengalaman dan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, pada daerah di sekitar tempat tinggalnya terdapat sebuah batu besar. Masyarakatyang melewati batu besar itu baik siang maupun malam mendengarkeganjilan-keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil-manggil namanya, dan lain sebagainya. Tetapi begitu dilihat, mereka tidak menemukan adanya orang yang dimaksudkan. Peristiwa ini kemudian terus berkembang, hingga masyarakat menjadi percaya bahwa batu yang dimaksudkan itu mempunyai roh atau jiwa.

Di samping itu, muncul suatu kepercayaan di tengah-tengah masyarakat terhadap benda-benda pusaka yang dipandang memiliki roh atau jiwa. Misalnya sebilah keris, tombak atau benda-benda pusaka lainnya. Masyarakat banyak yang percaya bahwa sebilah keris pusaka memiliki roh atau jiwa, sehingga benda-benda seperti itu dianggap dapat memberi petunjuk tentang berbagai hal yang berkembang dalam masyarakat. Kepercayaan seperti ini masih terus berkembang dalam kehidupan masyarakat hingga sekarang ini. Bahkan bukan hanya pada daerah-daerah pedesaan, melainkan juga berkembang dan dipercaya oleh masyarakat diberbagai kota.

Selain benda-benda tersebut di atas, terdapat banyak hal yang dipercaya oleh masyarakat yang dipandang memiliki roh atau jiwa, antara lain bangunan gedung tua, bangunan candi, pohon besar dan lain sebagainya.

3 Kepercayaan Bersifat Dinamisme
Kepercayaan dinamisme mengalami perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan kepercayaan animisme. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap banda memiliki kekuatan gaib. Sejak berkembangnya kepercayaan terhadap roh nenek moyang pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam, maka berkembang pula kepercayaan yang bersifat dinamisme. Perkembangan kepercayaan dinamisme ini, juga didasari oleh suatu pengalaman dan masyarakat bersangkutan. Pengalaman-pengalaman itu terus berkembang secara turun temurun dan generasi ke generasi hingga sekarang mi. Misalnya, sebuah batu cincin dipandang mempunyai kekuatan untuk melemahkan lawan. Sehingga apabila batu cincin itu dipakai, maka lawan-lawannya tidak akan sanggup menghadapinya.

Selain itu terdapat pula benda pusaka seperti keris atau tombak yang dipandang memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan, apabila keris itu ditancapkan dengan ujungnya menghadap ke atas akan dapat menurunkan hujan. Kepercayaan seperti ini mengalami perkembangan, dan bahkan hingga sekarang ini masih tetap dipercaya oleh sebagian masyarakat.

4 Kepercayaan Bersifat Monoisme
Kepercayaan monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dan masyarakat. Melalui pengalaman itu, pola pikir manusia berkembang. Manusia mulai berpikir terhadap apa-apa yang dialaminya, kemudian mempertanyakan siapakah yang menghidupkan dan mematikan manusia???.., siapakah yang menghidupkan tumbuh-tumbuhan??.., siapakah yang menciptakan binatang-binatang??.., bulan dan matahari??.. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terus dipikirkan oleh manusia, sehingga muncul suatu kesimpulan bahwa, di luar dirinya ada suatu kekuatan yang maha besar dan yang tidak tertandingi oleh kekuatan manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan dan Tuhan Yang Maha Esa.

sekian Artikel dan Pembahasan tentang  Macam-macam Kepercayaan pada Zaman Prasejarah atau
Sistem Kepercayaan awal Masyarakat Indonesia, Semoga Bermanfaat 
(Sumber : Sejarah SMA Kelas X, Hal : 113-115, Penerbit :Erlangga.2006, Penulis : I Wayan Badrika)